Kamis, 13 Juni 2013

Jadi Kuliah atau Jadi Kuli-ah ?

Jadi Kuliah atau Jadi Kuli-ah?
Oleh : Deden Kurniawan S P

Permasalahan ekonomi setiap tahunnya selalu menjadi tembok penghalang bagi siswa/siswi lulusan SMA dari kalangan tidak mampu untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Mereka merasa putus asa dengan melihat kondisi ekonomi keluarganya. Sehingga lebih memilih bekerja membantu orang tua demi mencukupi kebutuhan sehari-hari, ditambah dengan dorongan orang tua yang mengarahkan mereka untuk bekerja dari pada melanjutkan ke perguruan tinggi. Seperti kasus yang terjadi pada seorang gadis asal Tulungagung, setelah lulus UN dengan nilai terbaik IPA di Tulungagung,  Ia memutuskan untuk tidak melanjutkan studinya ke perguruan tinggi, dengan alasan khawatir orang tuanya tidak mampu membiayai kuliahnya, karena ayahnya yang hanya seorang tukang batu, dan ibunya seorang tukang jahit. Sehingga ia memilih bekerja sebagai buruh di sebuah toko pakan burung.
Kasus diatas menjadi penambah rentetan panjang banyaknya siswa/siswi yang tidak bisa melanjutkan ke perguruan tinggi (PT) karena permasalahan ekonomi. Menurut M.Nuh, jumlah anak berusia 19-23 tahun yang melanjutkan ke PT cuma 23 persen. Sisanya 77 persen belum punya kesempatan untuk masuk ke perguruan ting­gi, dengan salah satu faktor penyebabnya adalah ekonomi”, Rak­yat Merdeka Selasa, 01 Februari 2011.
Mengingat dewasa ini pendidikan sudah menjadi konsumsi mutlak yang harus dinikmati oleh setiap individu. Tidak peduli berasal dari mana dan dengan status apa, karena pendidikan diharapkan bisa menjadi pengantar menuju gerbang penerang masa depan bagi setiap orang pada umumnya, dan khususnya bagi mereka yang berasal dari keluarga kurang mampu. Dengan pendidikan di tingkat perguruan tinggi, diharapkan tidak hanya berdampak pada masa depan anak kurang mampu tersebut, akan tetapi dengan pendidikan dan pekerjaan layak yang diperolehnya kelak akan membantu ekonomi keluarganya. Lebih jauh, lulusan perguruan tinggi tersebut bisa menjadi agen perubahan bagi lingkungan sosialnya.

Bidik Misi
            Sejak tahun 2010, pemerintah mengeluarkan program Bidik Misi (Beasiswa Pendidikan Bagi Mahasiswa Berprestasi) yang dikhususkan untuk memberikan kemudahan kepada siswa/siswi berprestasi tapi berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang untuk melanjutkan ke perguruan tinggi. Sebanyak 20.000 mahasiswa yang tersebar di 104 PT yang ada di Indonesia telah merasakan beasiswa ini pada tahun 2010. Pada tahun 2013 ini ditargetkan sebanyak 150.000 mahasiswa yang akan menerima bidik misi. Karena program ini tidak hanya memberikan beasiswa pendidikan, tetapi juga beasiswa untuk hidup selama 8 semester (4 tahun) perkuliahan.
            Program bidik misi ini diperuntukkan bagi anak-anak  yang berasal dari keluarga yang tidak mampu,  juga bertujuan untuk memutus mata rantai kemiskinan dari keluarganya. Karena diharapkan mereka yang lulus menjadi seorang sarjana dari hasil beasiswa ini, bisa membangun dan membawa pengaruh baik di daerahnya, serta menularkan semangat kepada adik-adiknya untuk menunutut ilmu ke jenjang yang lebih tinggi meskipun terhalang kendala ekonomi keluarga. Sehingga tidak ada halangan dan alasan untuk tidak melanjutkan ke perguruan tinggi.
            Hal ini menunjukkan bahwa pemerintah sudah memberikan kemudahan kepada mereka yang masih ragu untuk kuliah karena terhambat faktor ekonomi. Pada dasarnya, jika kita mau berusaha pasti akan ada jalan yang mempermudah usaha kita, “manjadda wa jada”. Sekalipun tidak ada program bidik misi dari pemerintah, masih banyak beasiswa lain yang siap membiayai perkuliahan kita jika kita memang layak menerimanya, seperti beasiswa PPA (Peningkatan Prestasi Akademik), BBM (Bantuan Belajar Mahasiswa), Sampoerna Fundation, Djarum Fundation, Yayasan Supersemar, dan masih banyak lagi beasiswa lain yang sudah siap kita ambil, tinggal kembali pada diri masing-masing mau atau tidak untuk mengambil kesempatan ini, dengan usaha yang maksimal.
           
Kemudahan dari Kampus
Dewasa ini, untuk bisa belajar di perguruan tinggi bagi mereka yang berasal dari kalangan tidak mampu, mungkin hanyalah sebuah angan-angan saja. Padahal sebenarnya tidak seperti itu, karena setiap orang bisa merasakan bangku perkuliahan meskipun terbentur biaya, asalkan mereka mau berusaha. Karena setiap kampus punya caranya masing-masing dalam menangani permasalahan yang satu ini.
Jika kita ambil contoh salah satu kampus ternama di Indonesia, ITB. Kampus ini sudah sejak tahun 60-an sudah memberikan beasiswa kepada ribuan mahasiswanya yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi kurang. ITB menjamin mahasiswanya untuk terus bisa kuliah meskipun tidak memiliki biaya. Hingga tidak pernah ada sejarahnya, mahasiswa ITB yang drop out (DO) dikarenakan tidak memiliki biaya kuliah. Ditambah dengan ikatan alumni ITB yang siap membantu adik-adiknya yang kesulitan dalam hal biaya kuliah.
Contoh lain dari kampus yang terletak di Depok, Universitas Indonesia (UI). Kampus ini mempunyai Beasiswa Untuk Seribu Anak Bangsa, dengan kemudahan yang diberikan kepada calon-calon pemimpin bangsa khususnya mereka yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi. Syarat pertama cukup bisa masuk menjadi mahasiswa UI terlebih dahulu, selanjutnya tinggal belajar dengan benar. Karena beasiswa ini hanya berlaku bagi mereka yang sudah masuk menjadi mahasiswa UI.
Selain beasiswa, Universitas Indonesia pun memberikan keringan bagi mereka yang bisa membayar sesuai dengan kemampuan orang tuanya, sehingga mereka tetap bisa kuliah dengan membayar sesuai dengan kemampuan orang tuanya. Karena UI menerapkan mekanisme subsidi silang, yakni mereka yang membayar sesuai dengan tingkat ekonomi keluarga yang dibuktikan dengan keterangan penghasilan orang tua, sehingga mereka yang orang tua nya mempunyai penghasilan besar, akan disesuaikan dengan biaya yang harus dikeluarkannya, atau dengan kata lain yang kaya mensubsidi yang miskin. Maka mereka yang berasal dari keluarga dengan ekonomi yang kurang membayar biaya kuliah relative kecil dari mereka yang berasal dari keluarga mampu. Secara tidak langsung kekurangannya akan ditutup oleh mereka yang membayar lebih besar. Tidak hanya di ITB dan UI, masih banyak dari kampus-kampus lain yang mempunyai program beasiswa tersendiri bagi mahasiswa-mahaiswa berprestasinya yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi.

Mekanisme BKT
            Sama halnya dengan mekanisma yang diterapkan UI yaitu dengan memperhatikan penghasilan orang tua untuk tingkat pembayarannya, pemerintah mengeluarkan kebijakan baru melalui PERMENDIKBUD No.55 Tahun 2013 tentang Biaya Kuliah Tunggal (BKT). Dengan dikeluarkannya peraturan ini pemerintah mengusahakan uang kuliah yang ditanggung oleh mahasiswa semakin lama semakin kecil dengan memperhatikan masyarakat yang tidak mampu (afirmasi), subsidi silang (yang kaya mensubsidi yang miskin), dan pengendalian biaya yang tepat.
            Peraturan ini baru diterapkan pada tahun ini, dengan harapan bisa berjalan dengan baik. Karena pada dasarnya peraturan ini dikeluarkan agar para calon mahasiswa yang berasal dari keluarga dengan keterbatasan ekonomi, bisa merasakan juga belajar dan menuntut ilmu di perguruan tinggi.
            Dengan mekanisme BKT, biaya kuliah akan lebih murah dan relative lebih rendah dari pada menggunakan mekanisma yang lama. Karena pada mekanisme BKT, biaya kuliah seluruhnya selama 8 semester (4 tahun) akan dijumlahkan menjadi satu, yang disebut Uang Kuliah Tunggal (UKT). UKT ini akan mudah dikendalikan karena adanya subsidi dari Bantuan Operasional Perguruan Tinggi Negeri (BOPTN), maka mahasiswa membayar UKT yang jauh lebih murah bila dibandingkan dengan membayar biaya kuliah dengan mekanisme yang lama. BOPTN sendiri adalah bantuan yang dikucurkan pemerintah kepada setiap PTN yang ada di Indonesia, jadi dimanapun PTN yang akan dituju, insyaAllah akan ada kemudahan dan bantuan bagi mereka yang kurang mampu.
            Melihat kemudahan-kemudahan di atas, sudah seharusnya banyak lulusan SMA/SMK/MA yang berasal dari keluarga dengan kondisi ekonomi yang kurang,  bisa meneruskan pendidikan ke jenjang perguruan tinggi. Di samping itu, perlu juga dukungan dari orang tua bahwa pendidikan menjadi penting, dan nomor satu untuk didahulukan. Terus berikan motivasi kepada anak-anak kita, agar bisa masuk terlebih dahulu ke PTN yang mereka minati dan sesuai dengan kemampuan mereka, selanjutnya pasti akan ada jalan kemudahan seperti contoh pada dua PTN di atas. Karena bagaimanapun pendidikanlah yang akan membawa mereka, keluarga, bahkan masyarakatnya menuju masa depan yang lebih cerah.
            Diharapkan kasus seperti yang terjadi pada gadis asal Tulungagung di atas tidak terjadi lagi di tempat yang lainnya, serta pada tahun-tahun berikutnya. Melihat begitu pentingnya pendidikan, sehingga akan memberikan perkerjaan yang layak dan akan membawa mereka pada kehidupan yang lebih enak, serta kemudahan-kemudahan berupa beasiswa yang ditawarkan oleh PTN. Karena kuliah di PTN itu murah meriah, tidak susah, meski dengan susah payah tapi insyaAllah bisa membawa kita menuju masa depan yang lebih cerah. Karena posis lulusan dari perguruan tinggi akan lebih diperhitungkan, ketimbang mereka yang tidak melanjutkan ke perguruan tinggi, dan hanya bekerja sebagai kuli/buruh.
Maka dari itu, jangan mudah putus asa hanya karena biaya, yang tepenting adalah usaha terlebih dahulu untuk bisa masuk ke PTN, selanjutnya yakinlah untuk bisa meraih beasiswa. Bukan hanya beasiswa pendidikan, bahkan biaya hidup pun bisa ditanggung oleh beasiswa.
Jadi pilih mana, Jadi Kuliah atau Jadi Kuli-ah?